Presiden Korsel Lolos dari Upaya Pemakzulan

1 month ago 27

Jakarta, CNN Indonesia --

Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol lolos dari upaya pemakzulan terkait keputusannya memberlakukan darurat militer selama enam jam beberapa hari silam dalam sidang parlemen atau Majelis Nasional di Seoul, Korea Selatan, Sabtu (7/12).

Keberhasilan Yoon ini terjadi berkat aksi boikot sidang yang dilakukan anggota partai yang dipimpinnya, yakni Partai Kekuatan Rakyat (People Power Party/PPP).

Pemungutan suara terkait deklarasi darurat militer Yoon hanya berhasil mengumpulkan 195 suara, di bawah ambang batas 200 yang dibutuhkan. Akibatnya, mosi pemakzulan tersebut secara otomatis gagal.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Jumlah anggota yang memberikan suara tidak mencapai mayoritas dua pertiga yang dibutuhkan," kata Ketua Majelis Nasional Woo Won Shik, melansir AFP.

Woo menambahkan bahwa akibatnya, pemungutan suara pemakzulan itu tidak sah.

Dirinya mengatakan masyarakat dalam hingga luar negeri menyaksikan keputusan yang diambil di Majelis Nasional tersebut. Ia menyayangkan minimnya partisipasi anggota parlemen dalam sidang itu.

Ia mengatakan bahwa hal ini menandakan "kegagalan untuk terlibat dalam proses demokrasi" di pihak partai yang berkuasa.

PPP mengklaim setelah pemungutan suara bahwa mereka telah memblokir pemakzulan untuk menghindari "perpecahan dan kekacauan yang parah". Partai itu menambahkan bahwa mereka akan menyelesaikan krisis ini dengan cara yang lebih tertib dan bertanggung jawab.

Kendati, pimpinan PPP Han Dong Hoon memastikan bahwa pihaknya telah mengamankan janji Yoon untuk mengundurkan diri menjadi presiden. Han juga memastikan sebelum Yoon mundur, ia akan secara efektif dibebastugaskan dan menyerahkan kepada perdana menteri dan partai untuk mengelola urusan negara.

Pihak kepolisian menyebut hasil gagalnya pemakzulan Yoon tersebut mengecewakan massa yang berjumlah hingga 150 ribu orang yang berdemonstrasi di luar parlemen, menuntut pemecatan Presiden Korsel tersebut.

Pihak oposisi telah bersumpah untuk mencoba memakzulkan Yoon kembali secepatnya pada Rabu (11/12). Sementara itu, banyak pengunjuk rasa bersumpah untuk melanjutkan demonstrasi pada akhir pekan depan.

"Saya akan memakzulkan Yoon Suk Yeol, yang telah menjadi risiko terburuk bagi Korea Selatan, dengan cara apapun," ujar pemimpin partai oposisi Lee Jae Myung.

Sebelum pemungutan suara, Yoon meminta maaf atas kekacauan yang terjadi. Ia berkata dirinya bakal menyerahkan kepada partainya untuk menentukan nasibnya.

"Saya telah menyebabkan kecemasan dan ketidaknyamanan bagi publik. Saya dengan tulus meminta maaf," katanya dalam pidato yang disiarkan di televisi.

Profesor Studi Korea di Universitas Oslo Vladimir Tikhonov menyebut kegagalan mosi pemakzulan tersebut menandakan krisis politik yang berkepanjangan di Korea Selatan.

"Kita akan memiliki presiden yang mati secara politik, pada dasarnya tidak dapat memerintah lagi, dan ratusan ribu orang akan turun ke jalan setiap minggu hingga Yoon dilengserkan," katanya.

Jika mosi tersebut lolos, Yoon akan diberhentikan sementara dari jabatannya sambil menunggu keputusan dari Mahkamah Konstitusi.

Sebuah jajak pendapat yang menunjukkan bahwa dukungan terhadap Yoon berada pada rekor terendah yaitu 13 persen.

Terlepas dari hasil pemungutan suara, polisi telah mulai menyelidiki Yoon dan yang lainnya atas dugaan pemberontakan.

Dalam pidatonya saat mengumumkan darurat militer, Yoon mengklaim bahwa hal tersebut akan "menghilangkan elemen-elemen anti-negara yang merampas kebebasan dan kebahagiaan rakyat".

Pasukan keamanan menyegel Majelis Nasional, helikopter mendarat di atap dan hampir 300 tentara mencoba mengunci gedung tersebut.

Namun, ketika anggota parlemen menghadang para tentara dengan sofa dan alat pemadam kebakaran, cukup banyak dari para anggota yang berhasil masuk ke dalam demi menolak langkah Yoon.

Para pejabat dari kedua partai menyebut tentara telah diperintahkan untuk menahan para politisi utama dengan kepala pasukan khusus. Mereka menjelaskan tentara telah diberi perintah untuk "menyeret keluar" para anggota parlemen dari parlemen.

Para ahli dan anggota parlemen berspekulasi bahwa tentara pasukan khusus elit tersebut mungkin telah berjalan lambat mengikuti perintah, setelah mengetahui bahwa mereka terlibat dalam insiden politik dan bukan insiden keamanan nasional.

(del/mik)

[Gambas:Video CNN]

Read Entire Article
Berita Olahraga Berita Pemerintahan Berita Otomotif Berita International Berita Dunia Entertainment Berita Teknologi Berita Ekonomi