Putusan MK: KPK Berwenang Usut Kasus Korupsi yang Libatkan TNI

1 month ago 23

CNN Indonesia

Jumat, 29 Nov 2024 14:25 WIB

MK menyatakan KPK berwenang mengusut kasus korupsi yang melibatkan anggota TNI sepanjang perkaranya ditangani sejak awal oleh KPK. Mahkamah Konstitusi dalam putusan judicial review Pasal 42 UU KPK menyebut KPK berwenang mengusut kasus korupsi yang melibatkan militer atau TNI selama penanganan kasus dilakukan KPK sejak awal. (ANTARA FOTO/Aprillio Akbar)

Jakarta, CNN Indonesia --

Mahkamah Konstitusi (MK) menegaskan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berwenang mengusut kasus-kasus korupsi yang melibatkan anggota militer atau TNI.

Ketetapan itu dituangkan dalam putusan perkara nomor 87/PUU-XXI/2023 yang diterbitkan 29 November 2024. MK mengabulkan sebagian tuntutan uji materi pasal 42 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," bunyi amar putusan nomor 87/PUU-XXI/2023 dikutip dari salinan di situs resmi MK, Jumat (29/11).

Pasal 42 UU KPK berbunyi, "KPK berwenang mengoordinasikan dan mengendalikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang dilakukan bersama-sama oleh orang yang tunduk pada peradilan militer dan peradilan umum."

MK menyatakan pasal itu bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selama tidak ditambahkan frasa di akhir pasal. Tambahan frasa tersebut berbunyi, "Sepanjang perkara dimaksud proses penegakan hukumnya ditangani sejak awal atau dimulai/ditemukan oleh KPK."

MK memberi penekanan sepanjang tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh unsur sipil dan militer penanganannya sejak awal dilakukan oleh KPK, maka perkara tersebut akan ditangani oleh KPK. Kewenangan itu berlanjut hingga ada putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap.

"Sebaliknya, terhadap perkara tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh orang yang tunduk pada peradilan militer yang ditemukan dan dimulai penanganannya oleh lembaga penegak hukum selain KPK, maka tidak ada kewajiban bagi lembaga hukum lain tersebut untuk melimpahkannya kepada KPK," bunyi pertimbangan MK.

Dalam pertimbangan, MK menjelaskan pasal 42 sebenarnya punya semangat koneksitas seperti di KUHAP. Namun, para penegak hukum terlalu kaku atau menganut aliran legalistik dalam praktiknya.

Merujuk ahli, MK menilai prinsip koneksitas sudah ketinggalan zaman. Hal itu karena prinsip pertanggungjawaban pidana melekat kepada seseorang karena perbuatannya, bukan karena status dan kedudukannya.

MK berpendapat seharusnya hukum atau penegak hukum meninggalkan praktik pemberian keistimewaan kepada pelaku tindak pidana karena status dan kedudukannya.

"Hal ini bukan berarti kita tidak mengakui kekhasan aktivitas atau kehidupan di dunia TNI atau militer, tetapi justru kita ingin menegaskan bahwa tindak pidana apa pun, siapa pun yang melakukannya, tidak peduli status kedudukan dan pangkat ataupun jabatannya," bunyi pertimbangan MK.

(dhf/wis)

[Gambas:Video CNN]

Yuk, daftarkan email jika ingin menerima Newsletter kami setiap awal pekan.

Dengan berlangganan, Anda menyepakatikebijakan privasi kami.

Read Entire Article
Berita Olahraga Berita Pemerintahan Berita Otomotif Berita International Berita Dunia Entertainment Berita Teknologi Berita Ekonomi