Terobosan Jokowi dalam Penyelesaian Kasus HAM Berat Masa Lalu

1 month ago 24

Jakarta, CNN Indonesia --

Kasus-kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu tak kunjung terselesaikan meski Indonesia sudah melewati lima kepemimpinan berbeda sejak Orde Baru.

Ketidakjelasan penyelesaian kasus-kasus HAM akhirnya sirna. Adalah Presiden Jokowi yang mendobrak kebuntuan yang telah berlangsung puluhan tahun itu. Keputusan politik penting dan strategis ia buat pada awal Januari 2023.

Didampingi Menko Polhukam Mahfud MD dan Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Jokowi di Istana Merdeka mengutarakan sesuatu yang selama ini tak berani diungkap oleh negara: mengakui peristiwa-peristiwa pelanggaran HAM berat di masa lalu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Dengan pikiran yang jernih dan hati yang tulus, saya sebagai Kepala Negara Republik Indonesia mengakui bahwa pelanggaran hak asasi manusia yang berat memang terjadi di berbagai peristiwa," kata Jokowi, 11 Januari 2023.

Ada 12 kasus pelanggaran HAM berat yang diakuiJokowi. Mulai dari Peristiwa 1965-1966; Peristiwa Penembakan Misterius 1982-1985; Peristiwa Talangsari, Lampung 1989; Peristiwa Rumoh Geudongd an PosSattis, Aceh 1989; dan Peristiwa Penghilangan Orang Secara Paksa 1997-1998.

Lalu Peristiwa Kerusuhan Mei 1998; Peristiwa Trisakti dan Semanggi I - II 1998-1999; Peristiwa Pembunuhan Dukun Santet 1998-1999; Peristiwa Simpang KKA, Aceh 1999; Peristiwa Wasior, Papua 2001-2002; Peristiwa Wamena, Papua 2003; dan Peristiwa Jambo Keupok, Aceh 2003.

Jokowi menyampaikan simpati dan empati kepada para korban dan keluarga korban.

"Saya dan pemerintah berusaha untuk memulihkan hak-hak para korban secara adil dan bijaksana, tanpa menegasikan penyelesaian yudisial," kata Jokowi.

Pernyataan di atas disampaikan Jokowi setelah menerima laporan dari Tim Penyelesaian Non Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat (PPHAM).

Tim itu dibentuk Jokowi berdasar Keppres nomor 7 tahun 2022. Tim itu mempunyai tugas untuk melakukan pengungkapan dan upaya penyelesaian nonyudisial pelanggaran HAM berat masa lalu berdasarkan data dan rekomendasi yang ditetapkan Komnas HAM sampai 2020.

Tim juga bertugas merekomendasikan pemulihan bagi korban atau keluarganya dan merekomendasikan langkah untuk mencegah pelanggaran HAM tidak terulang di masa depan. Tim itu kemudian menyerahkan laporan akhir ke Jokowi.

Sepanjang sejarah republik, ini jadi pertama kali negara mengakui dan menyesali peristiwa pelanggaran HAM berat.

Beragam reaksi pun bermunculan. Ada yang mengkritisi, tak sedikit mengapresiasi.

Kelompok yang mengkritisi menyorot cara negara dalam menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM berat lewat jalur nonyudisial.

Menurut mereka, mekanisme rekonsiliasi nonyudisial tidak menuntaskan kewajiban Indonesia dalam menyelesaikan kasus-kasus HAM berat di bawah hukum internasional.
Sebaliknya, ada juga publik yang mengapresiasi pengakuan negara yang diutarakan oleh presiden.

Apresiasi publik dapat dipahami mengingat langkah Jokowi tersebut jadi terobosan penting atas kebuntuan penyelesaian kasus HAM berat di masa lalu. Kebuntuan yang berlangsung sejak era Soeharto sampai Susilo Bambang Yudhoyono.

Namun, di atas semua hal, yang terpenting adalah respons positif dari korban dan keluarga korban pelanggaran HAM berat masa lalu.

Apresiasi keluarga korban

Saburan, keluarga korban peristiwa pelanggaran HAM berat di Jambo Keupok yang terjadi pada 17 Mei 2003 lalu,mengungkapkan rasa terima kasih atas upaya pemerintah dalam penyelesaian nonyudisial pelanggaran HAM berat kepada keluarga korban.

"Saya mewakili seluruh ahli waris keluarga korban Jambo Keupok sangat-sangat mengucapkan terima kasih kepada Pak Jokowi, Pak Presiden yang telah mengakui kasus yang kami alami itu sebagai pelanggaran HAM berat. Yang kemudian, sebagaimana Bapak Jokowi menyelesaikan dengan cara nonyudisial. Jadi kami atas nama keluarga korban sangat-sangat menerima penyelesaian dalam bentuk nonyudisial untuk sementara ini," kata Saburan, 27 Juni 2023 lalu.

Saburan berharap program yang dilakukan pemerintah dalam penyelesaian nonyudisial tersebut tepat sasaran dan diterima langsung oleh korban atau keluarga korban pelanggaran HAM berat.

Sementara itu,Samsul Bahri, korban peristiwa Simpang KKA berharap agar pemerintah terus mengupayakan penyelesaian yudisial, di samping melakukan penyelesaian nonyudisial pelanggaran HAM berat.

"Jadi yang kami harapkan bahwa dalam pemenuhan ini kami mengharapkan pemerintah secepatnya membuat pengadilan-pengadilan HAM, yang yudisial, bukan dengan nonyudisial saja. Harapan kami pemerintah betul-betul memperhatikan korban," ujar Samsul.

Selain itu,Fauzinur Hamzah yang merupakan keluarga korban peristiwa di Rumah Geudongpada 1998 lalu berharap pengakuan negara yang diutarakan Jokowi bisa menjadi tonggak tak terulangnya peristiwa pelanggaran HAM berat di masa depan.

"Inilah luar biasa bagi saya. Saya melihat sosok Pak Presiden orangnya kecil tapi jiwanya besar," ucapnya.

Bagi pemerintah sendiri, pengakuan yang diungkap Jokowi sekaligus menghapus keraguan publik selama 10 tahun pemerintahannya.

Dalam survei yang dirilis 2020 silam, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mencatat sekitar 40 persen publik meragukan kemampuan Jokowi-Ma'ruf Amin menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu.

Survei itu juga meyakini hambatan utama penyelesaian kasus HAM berat era Jokowi ada pada nuansa politik atau kepentingan menjaga harmonisasi politik.

Jokowi melewati semua hambatan-hambatan tersebut.

Tak cuma pengakuan dan penyelesaian nonyudisial, pemerintahan Jokowi dalam beberapa kesempatan bahkan menyampaikan pintu penyelesaian pelanggaran HAM lewat jalur hukum tetap terbuka.

Tim yang dibentuk tidak meniadakan proses yudisial. Adapun penyelesaian nonyudisial pelanggaran HAM berat berfokus pada pemulihan hak-hak korban.

Total ada 11 rekomendasi yang diberikan PPHAM kepada Jokowi. Selain pengakuan dan penyesalan atas pelanggaran HAM berat masa lalu, rekomendasi mencakup pendataan kembali para korban, pemulihan hak konstitusional dan hak korban sebagai warga negara. Termasuk juga rekomendasi penyusunan ulang sejarah dan rumusan peristiwa oleh negara secara berimbang.

Dalam rangka pelaksanaan rekomendasi dari Tim PPHAM, Jokowi menerbitkan Instruksi Presiden nomor 2 tahun 2023. Sebanyak 16 menteri, Jaksa Agung, Kapolri dan Panglima TNI mendapat instruksi khusus terkait pemulihan hak korban pelanggaran HAM berat masa lalu.

Pemerintah kemudian menggelar kick off pelaksanaan rekomendasi penyelesaian nonyudisial pelanggaran HAM berat di Indonesia pada 27 Juni 2023 di Pidie, Aceh.

Saat itu, Jokowi kembali memastikan proses penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat masa lalu dengan mekanisme nonyudisial, tidak akan menegasikan proses yudisial yang sedang berjalan.

Pemerintah ingin memulihkan luka bangsa yang terjadi akibat pelanggaran HAM berat. Menurut Jokowi, pelanggaran HAM berat itu telah meninggalkan beban berat bagi para korban dan keluarganya.

"Karena itu, luka ini harus segera dipulihkan agar kita mampu bergerak maju," kata Jokowi saat itu.

Perlindungan HAM di bidang bisnis

Tidak hanya fokus pada penanganan pelanggaran HAM berat masa lalu, pemerintah juga membuat kebijakan preventif perlindungan HAM di ranah bisnis, yakni dengan mengesahkan Peraturan Presiden Nomor 60 Tahun 2023 tentang Strategi Nasional Bisnis dan Hak Asasi Manusia.

Strategi Nasional Bisnis dan HAM (Stranas BHAM) adalah arah kebijakan nasional yang memuat strategi dan langkah untuk digunakan sebagai acuan bagi kementerian, lembaga, pemerintah daerah, pelaku usaha, dan pemangku kepentingan lainnya untuk kemajuan dunia usaha dengan memperhatikan pelindungan, dan pemulihan HAM.

StranasB HAM yang dilaksanakan melalui Aksi Bisnis dan HAM (BHAM) untuk pertama kali ditetapkan dalam jangka waktu tiga tahun pada periode 2023-2025.

Aksi BHAM adalah penjabaran lebih lanjut dari Stranas Bisnis dan HAM untuk dilaksanakan oleh kementerian, lembaga, pemerintah daerah, pelaku usaha, dan pemangku kepentingan lainnya.

Direktur Jenderal HAM Kemenkumham DhahanaPutra mengatakan pengesahan Perpres nomor 60 tahun 2023 merupakan langkah konkret pemerintah mendorong nilai-nilai HAM di dunia bisnis.

Pengesahan Stranas BHAM juga menjadi bukti kepedulian pemerintah mewujudkan iklim bisnis yang berkelanjutan.

"Kami meyakini pengesahan Strategi Nasional Bisnis dan Hak Asasi Manusia oleh Bapak Presiden ini menunjukkan implementasi nilai-nilai HAM semakin dibutuhkan untuk menciptakan iklim bisnis yang berkelanjutan di Tanah Air," kata Dhahana beberapa waktu lalu.

Sementara itu Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan Stranas HAM dapat menjadi alat yang efektif untuk mendukung iklim bisnis dan investasi di Indonesia.

"Pada tingkat global,Stranas Bisnis dan HAM Indonesia merupakan dokumen rencana aksi nasional bisnis dan HAM pertama di dunia yang disahkan melalui kerangka kebijakan regulasi peraturan perundang-undangan, yaitu Peraturan Presiden," kata Airlangga saat Peluncuran Peraturan Presiden Nomor 60 Tahun 2023, November 2023.

Berdasar Perpres itu dijelaskan bahwa dalam pelaksanaan Stranas BHAM, dibentuk Gugus Tugas Nasional Bisnis dan Hak Asasi Manusia (GTNBHAM).

GTN BHAM bertugas dalam mengusulkan rancangan Aksi BHAM, mengoordinasikan dan menyelaraskan pelaksanaan Stranas BHAMdi tingkat nasional dan daerah, memantau dan mengevaluasi pelaksanaan Stranas BHAM, dan melaporkan hasil pelaksanaan Aksi BHAM kepada menteri terkait.

Sementara itu, untuk menyelenggarakan pelaksanaan Stranas BHAM di daerah provinsi, dibentuk Gugus Tugas Daerah Bisnis dan Hak Asasi Manusia (GTDBHAM).

Menindaklanjuti Perpres tersebut, diterbitkan Peraturan Menteri Hukum dan HAM nomor 13 tahun 2024 tentang Tata Kerja Gugus Tugas Nasional dan Gugus Tugas Daerah dan HAM. Dalam aturan itu diatur secara detail tata kerja Gugus Tugas Nasional dan Gugus Tugas Daerah.

Selain itu, untuk mengimplementasikan Bisnis dan Hak Asasi Manusia, Pemerintah menyusun suatu aplikasi berbasis website berupa Penilaian Risiko Bisnis dan Hak Asasi Manusia (PRISMA).

Dengan aplikasi PRISMA, pelaku usaha bisa menganalisis dugaan risiko pelanggaran Hak Asasi Manusia yang disebabkan oleh aktivitas bisnis. Analisis bisa dilakukan secara mandiri oleh masing-masing pelaku usaha.

Pada Maret 2024 lalu, Kemenkumham menyatakan hampir 300 perusahaan telah menggunakan aplikasi PRISMA.

(wis)

[Gambas:Video CNN]

Read Entire Article
Berita Olahraga Berita Pemerintahan Berita Otomotif Berita International Berita Dunia Entertainment Berita Teknologi Berita Ekonomi