Angka Golput Pilkada Jakarta dari Masa ke Masa, 2024 Cetak Sejarah

1 month ago 20

Daftar Isi

Jakarta, CNN Indonesia --

Persentase warga yang tak menggunakan hak pilihnya atau golput pada Pilkada Jakarta 2024 mencapai jumlah tertinggi dalam sejarah pilkada Jakarta, yakni 3,4 juta suara. Bahkan, jumlah suara yang diperoleh pemenang jauh di bawah angka pemilih golput.

Fluktuasi angka golput terjadi sepanjang perjalanan Pilkada di Jakarta sejak 2007.

Istilah Golongan Putih atau Golput sendiri mulanya muncul sebelum Pemilu 1971 digelar, tepatnya pada 28 Mei 1971 yang dideklarasikan bersama-sama oleh Arief Budiman Cs di Jakarta.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Golput kemudian menjadi istilah representasi kelompok masyarakat yang enggan memberikan suaranya kepada partai politik atau pasangan calon di pemilu karena alasan politis tertentu atau alasan teknis.

Di Indonesia, golput terkadang juga menjadi simbol protes politik yang digerakkan oleh masyarakat terhadap pemerintahan.

Berikut catatan angka golput selama pelaksanaan Pilkada Jakarta sejak 2007 hingga saat ini.

34,35 persen pada 2007

Berdasarkan laporan KPU Provinsi DKI Jakarta pada 2007, tingkat partisipasi pemilih Pilkada Jakarta pada saat itu mencapai 65,65 persen. Persentase ini termasuk cukup rendah dibandingkan sejumlah provinsi lain yang menyentuh angka 70 sampai 80 persen.

Pada saat itu, jumlah keseluruhan pemilih sebanyak 5.725.767 orang, namun hanya 3.759.038 warga yang menggunakan hak pilihnya. Sedangkan, 1.966.729 orang tidak menggunakan hak pilihnya. Artinya, angka golput mencapai 34,35 persen.

Jumlah warga yang memilih untuk tak menggunakan hak pilihnya kala itu memang cukup tinggi, terlihat di sejumlah TPS di berbagai wilayah Jakarta. Di sejumlah TPS Jakarta Pusat hingga Jakarta Selatan misalnya, jumlah warga yang tidak ikut mencoblos atau golput mencapai lebih dari 40 persen.

Adapun pemenang Pilkada pada saat itu adalah pasangan Fauzi Bowo-Prijanto yang meraup 2.109.511 suara, sementara Adang Daradjatun-Dani Anwar yang diusung PKS hanya memperoleh 1.535.555 suara.

35,4 persen dan 33,2 persen pada 2012

Kemudian pada 2012, Pilkada Jakarta digelar dua putaran dengan angka golput yang lebih tinggi, yaitu 35,4 persen pada putaran pertama. Namun, angka ini berkurang pada putaran kedua menjadi 33,2 persen karena partisipasi pemilih naik sekitar 2,2 persen.

Kala itu, pasangan Joko Widodo-Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) ditetapkan sebagai pemenang Pilkada DKI Jakarta 2012 pada putaran pertama, tetapi perolehan suaranya masih jauh tertinggal dengan angka warga Jakarta yang golput.

Dari hasil rekapitulasi penghitungan suara, jumlah warga Jakarta yang tidak menggunakan hak pilihnya tercatat sebanyak 2.555.207 pemilih. Sementara itu, perolehan suara Jokowi-Ahok yang merupakan pemenang hanya mencapai angka 1.847.157.

Data yang dikumpulkan dari tiap wilayah kota di Jakarta juga tak jauh berbeda, dimana jumlah pemilih yang golput justru lebih besar daripada perolehan suara Jokowi-Ahok. Hal tersebut terjadi di Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, Jakarta Timur, Jakarta Barat, dan Jakarta Selatan.

Jumlah pemilih golput terbesar berada di wilayah Jakarta Timur yaitu sebanyak 670.096 warga.

Hanya di Kepulauan Seribu pasangan Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli (Foke-Nara) lebih unggul dengan perolehan 6.916 suara, menyaingi suara warga yang tak menggunakan hak pilihnya, yaitu sebesar 3.801 orang.

Lebih lanjut, jumlah DPT pada putaran kedua sebanyak 6.996.951 pemilih dengan sebaran di 15.059 TPS dan tingkat partisipasi sekitar 66,8 persen atau sebanyak 4.667.991 orang.

Hasil akhir pilkada tersebut menunjukkan bahwa Jokowi-Ahok unggul dengan raihan suara sebanyak 53,82 persen, sedangkan Foke-Nara meraih 46,17 persen suara.

22,9 persen pada 2017

Dalam Pilkada Jakarta 2017, jumlah pemilih yang tak menggunakan hak suaranya turun menjadi 1.654.854 orang atau 22,9 persen dari total pemilih sebanyak 7.218.272. Namun, dominasi angka golput yang serupa dengan tahun sebelumnya kembali terjadi.

Pemilih golput tercatat lebih besar dari perolehan suara salah satu pasangan calon, yaitu paslon nomor urut 1, Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana Murni.

Akumulasi angka golput tersebut sebenarnya lebih tinggi dari target nasional, yaitu maksimal sebesar 22,5 persen. Meski demikian, capaian pada tahun ini menurun jika dibandingkan dengan angka golput pada tahap kedua Pilkada sebelumnya.

Angka golput kali ini paling banyak ditemui di kawasan Jakarta Pusat dengan 35 persen pemilih yang tak menggunakan hak suaranya disana.

Sementara, persentase golput terendah masih ada di wilayah Kepulauan Seribu dengan hanya 17 persen pemilih yang tidak menggunakan suaranya saat hari pemilihan.

Menurut hasil rekapitulasi KPU, pemenang Pilkada DKI putaran pertama saat itu adalah Basuki Tjahaja Purnama dan Djarot Saiful Hidayat (Ahok-Djarot) dengan perolehan 42,91 persen atau 2.357.587 suara. Sedangkan Anies Baswedan dan Sandiaga Uno meraih 40,05 persen atau 2.200.636 suara.

42,48 persen pada 2024

Angka golput di Pilkada Jakarta 2024 kembali naik hingga mencapai persentase tertinggi, yakni 3.489.614 orang atau 42,48 persen dari DPT.

Berdasarkan penetapan KPU, keseluruhan DPT sebanyak 8.214.007 orang. Sementara warga yang menggunakan hak pilihnya sejumlah 4.724.393 orang.

Angka golput yang mencapai 3,4 juta orang itu bahkan melebihi perolehan suara yang diraih paslon dengan suara tertinggi, Pramono Anung-Rano Karno. Menurut data resmi KPU, Pramono-Rano memperoleh 2.183.239 suara atau 50,07 persen suara sah.

Pram-Rano tercatat unggul di semua wilayah Jakarta, namun angka golput yang begitu tinggi masih melebihi seluruh perolehan suara tiap pasangan calon.

Kemudian, pasangan nomor urut 1, Ridwan Kamil-Suswono. mendapatkan 1.718.160 suara atau 39,40 persen suara sah. Sementara pasangan nomor urut 2, Dharma Pongrekun-Kun Wardana, meraup 459.230 suara atau 10,53 persen suara sah.

Namun tak hanya di ibu kota seperti beberapa tahun sebelumnya, tingginya angka golput dalam Pilkada kali ini juga terjadi di sejumlah daerah lain.

Anggota KPU August Mellaz pada 29 November lalu sempat menyampaikan bahwa tingkat partisipasi pemilih pada Pilkada Serentak 2024 secara nasional di bawah 70 persen. Jumlah ini turun cukup signifikan mengingat pada Pilpres dan Pileg 2024 yang digelar 14 Februari lalu, tingkat partisipasi pemilih masih mencapai 81,78 persen.

Kendati demikian, diketahui bahwa menangnya angka golput di beberapa daerah secara formal tak bisa membatalkan hasil Pilkada 2024, sebab tak terdapat aturan mengenai angka golput tinggi yang dapat membatalkan hasil pemilihan dalam UU Pilkada.

(arn/gil)

[Gambas:Video CNN]

Read Entire Article
Berita Olahraga Berita Pemerintahan Berita Otomotif Berita International Berita Dunia Entertainment Berita Teknologi Berita Ekonomi