Banda Aceh, CNN Indonesia --
Polisi menangkap sejumlah orang terkait dugaan penyelundupan pengungsi imigran Rohingya yang mendarat di pesisir Sumatra.
Dua yang diamankan adalah warga Aceh Timur. Berdasarkan pemeriksaan polisi diduga dua warga Aceh Timur itu mendapat keuntungan dari Rp 52 juta hingga Rp 128 juta jika berhasil mendaratkan etnis yang terusir dari Myanmar tersebut ke darat.
Dua warga Aceh Timur itu adalah AY (64) dan IS (38). AY berperan sebagai pemilik kapal yang digunakan untuk menjemput Rohingya di perairan Aceh, sementara IS berperan menjemput Rohingya dari perairan Padang Tiji, Kabupaten Pidie ke Aceh Timur.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Polisi juga menangkap seorang warga Myanmar inisial MH (41) yang berperan sebagai nakhoda kapal pengangkut imigran ilegal Rohingya dari Bangladesh menuju Aceh.
Kasat Reskrim Polres Aceh Timur Iptu Adi Wahyu Nurhidayat mengatakan, ada agen penyelundup Rohingya membayar ketiga tersangka yang sudah diamankan. Dalam kasus ini MH diupah sebesar 200 Ribu Taka atau Rp26 juta.
Kemudian dua warga Aceh tersebut yaitu IS mendapat upah R 1 juta taka atau Rp128 juta dan AY Rp52 juta dari hasil mengantar Rohingya dari Perairan Padang Tiji ke Aceh Timur.
"Agen Molofi Abdul Rohim ini memberikan upah ke IS sebesar Rp 1 juta Taka atau Rp 128 juta dan sekaligus memperbaiki kapal milik AY. Kemudian AY mendapat keuntungan dari mengangkut Rohingya dari perairan Padang Tiji ke Aceh Timur lebih kurang Rp 52 juta," kata Iptu Wahyu kepada wartawan, Selasa (5/11).
Sementara itu barang bukti yang diamankan yaitu 1 unit mobil, telepon satelit, kapal pengangkut Rohingya bernama KM Jeddah 01, uang tunai Rp 128 juta dan satu buku rekening bank, dan dokumen lainnya.
Sebelumnya, aparat menangkap tiga penyelundup 96 pengungsi Rohingya ke Aceh Timur. Ketiganya yaitu MH warga Myanmar dan dua warga Aceh berinisial IS dan AY.
IS diamankan bersama MH saat mengendarai mobil di jalan Lintas Banda Aceh - Medan tepatnya di Desa Keumuning, Kecamatan Peureulak, Kabupaten Aceh Timur.
Dari keterangan IS, diperoleh informasi bahwa kapal yang digunakan untuk menjemput warga Rohingya tersebut adalah milik AY sehingga atas informasi tersebut polisi menangkap AY tanpa perlawanan.
Tiga pelaku yang sudah ditangkap itu dijerat dengan pasal 120 ayat (1) dan (2) UU Keimigrasian nomor 6 tahun 2011 tentang keimigrasian atau pasal 2 ayat (1) jo pasal 10 UU nomor 21 tahun 2007 tentang pemberantasan tindak pidana perdagangan orang jo pasal 55 jo pasal 56 KUHpidana dengan ancaman paling singkat tiga tahun dan paling lama 15 belas tahun penjara.
Polda Sumut Tangkap Agen TPPO ke Malaysia
Sementara itu, di tempat lain, Polda Sumut mengungkap tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dari Sumatera Utara (Sumut) ke luar negeri, yakni Malaysia.
Dari pengungkapan kasus ini, dua orang ditangkap yakni AM dan AY, serta tujuh orang calon pekerja migran diamankan.
Kapolda Sumut Irjen Pol Whisnu Hermawan melalui Kabid Humas Polda Sumut Kombes Pol Hadi Wahyudi mengatakan pengungkapan ini dilakukan pada Minggu (3/11).
"Tim Satgas TPPO mengamankan calon pekerja migran sebanyak 7 orang. Mereka diamankan di Asahan sebelum diberangkatkan ke Malaysia," kata Hadi, Rabu (6/11).
"Selain mengamankan korban, petugas juga menangkap dua orang agen pengiriman korban," imbuhnya.
Hadi menyebutkan para korban diamankan di dua tempat penampungan Desa Silau Baru, Kecamatan Silau Laut, Kabupaten Asahan, Sumut. Para calon pekerja migran ini, tambah Hadi, akan dipekerjakan sebagai asisten rumah tangga (ART) ataupun buruh pabrik.
"Mereka harusnya berangkat pada Selasa 5 November. Tapi tim yang mengetahui adanya dugaan TPPO bergerak menggagalkan," ungkapnya.
Berdasarkan keterangan para korban, lanjut Hadi, mereka akan berangkat dari Indonesia ke Malaysia dengan membayar sebesar Rp5 sampai Rp6 juta ke agen. Rencananya mereka akan berangkat menggunakan kapal kayu ke Malaysia.
Dalam pemeriksaan penyidik, dua tersangka itu mengaku sudah tiga kali memberangkatkan calon pekerja migran ilegal ke luar negeri.
"Satgas TPPO masih mengejar para agen yang merekrut calon pekerja migran tersebut," kata Hadi.
Dua tersangka itu dijerat Pasal 4 juncto Pasal 10 UU RI 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO dengan ancaman hukuman paling singkat 3 tahun dan paling lama 15 tahun.
"Kemudian Pasal 81 Subsider Pasal 83 UU RI Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia ancaman hukuman paling lama 10 tahun denda Rp 15 miliar," ujar Hadi.
(dra, fnr/kid)