Pengamat: Penerapan Kembali UN Jangan Pakai Sistem dan Format Lama

6 days ago 5

Daftar Isi

Jakarta, CNN Indonesia --

Sejumlah pengamat dan pakar pendidikan buka suara soal rencana Kemendikdasmen bakal mengembalikan lagi pelaksanaan Ujian Nasional (UN) di tingkat sekolah. Mereka umumnya berpendapat agar UN yang diterapkan kembali nanti tak menggunakan sistem dan format lama.

Pakar Kebijakan Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) Arif Rohman mengatakan wacana penerapan Ujian Nasional (UN) kembali harus dikemas dengan format dan inovasi yang baru.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Format Ujian Nasional, saya kira perlu ada inovasi ya. Karena konteksnya berbeda, kemudian nuansa sekarang juga sudah berbeda," kata Arif di Yogyakarta, Jumat (8/11) seperti dikutip dari Antara.

Menurut Arif, penerapan kembali UN jangan sampai hanya mengulang format yang dahulu karena kala itu sudah mendapat banyak penolakan akibat sederet kelemahan dalam pelaksanaannya.

Tekanan yang menakutkan siswa hingga sekolah

UN yang dahulu, kata Arif, kerap dianggap sesuatu yang sakral dan menakutkan sehingga memunculkan tekanan di kalangan siswa, termasuk pihak sekolah.

"Kalau seperti yang dulu ini kan sudah ditolak. Artinya kita sudah melihat bahwa ada banyak kelemahan dari UN ya, di antaranya bikin stres anak-anak, lalu intervensi politik begitu masuk, bupati, wali kota itu, bikin target-target dan seterusnya," ujar dia.

Menurut Arif, inovasi yang diharapkan muncul dalam format baru UN antara lain menghindari penyeragaman standar dalam pelaksanaannya.

UN, kata dia, dapat diterapkan kembali dengan mengakomodasi karakteristik masing-masing wilayah yang beragam serta mempertimbangkan kapasitas daerah yang belum merata.

"Apakah perlu dibikinkan semacam zonasi untuk ujian nasional sehingga tidak satu seragam semua dari Sabang sampai Merauke," tutur Arif.

Terpisah, Pengamat pendidikan Universitas PGRI Semarang (Upgris) Ngasbun Egar pun sepakat penerapan kembali UN nanti jangan membawa sistem yang lama.

"UN bisa saja dilaksanakan lagi, tapi jangan mengulang kelemahan UN lalu," katanya di Semarang, Jumat.

Menurut dia, pemerintah sebagai pengambil kebijakan berhak untuk melakukan evaluasi sistem pendidikan yang berjalan, termasuk melalui pelaksanaan UN.

Namun, kata dia, harus diingat bahwa sistem penyelenggaraan UN dulu memiliki sejumlah kelemahan yang kemudian disikapi dengan penghapusan ujian nasional itu.

Kelemahan UN terdahulu

Kalaupun mau diterapkan lagi, mantan Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kota Semarang itu mengatakan tentunya harus ada kajian untuk memastikan kelemahan-kelemahan sistem yang dulu tidak terulang.

"Pertama, jangan menjadikan UN sebagai penentu utama kelulusan siswa. Kalaupun jadi salah satu penentu boleh saja, tetapi persentasenya kecil," kata Ngasbun.

Kedua, kata dia, UN jangan hanya menjadi ujian untuk mengukur sebagian dari kompetensi siswa, yakni kognitif atau pengetahuan, melainkan harus kompetensi secara utuh dan menyeluruh.

"Kompetensi siswa kan ada tiga, yakni pengetahuan atau kognitif, kepribadian atau sikap, dan keterampilan. Nah, UN kan selama ini hanya mengukur kognitifnya saja," ujar Ngasbun.

Apabila UN hanya sebatas mengukur aspek kognitif, kata Ngasbun, tujuan penyelenggaraan pendidikan menjadi dikerdilkan, sehingga UN harus mampu mengukur secara menyeluruh.

Semangat belajar dan target jelas

Arif sependapat dengan wacana penerapan kembali UN manakala bertujuan untuk mendongkrak semangat belajar siswa dengan target-target yang jelas.

Dia menyadari bahwa penghapusan UN selama pemberlakuan Kurikulum Merdeka Belajar telah menurunkan kinerja para siswa serta hilangnya upaya pencapaian standar kompetensi yang rigid.

"Banyak terjadi distorsi dan anomali sehingga banyak hal-hal yang kompetensinya harus dicapai oleh siswa itu lalu hilang," kata dia.

Meskipun demikian, dia kembali menekankan agar wacana penerapan kembali UN tidak sekadar mengulang masa lalu sehingga harus didahului evaluasi secara kritis dan komprehensif.

"Jangan sekadar lalu ingin nostalgia. Saya kira pemerintah jangan tergesa-gesa memberlakukan itu. Harus ada studi kelayakan yang memang benar-benar komprehensif," kata dia.

Diberitakan sebelumnya, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu'ti mengatakan kepemimpinannya akan mengkaji ulang terkait penerapan kebijakan Kurikulum Merdeka Belajar, Sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) dengan jalur zonasi hingga peniadaan Ujian Nasional (UN). Menurut Mu'ti, saat ini pihaknya tengah menyerap aspirasi dari berbagai pihak terkait hal tersebut.

Sementara itu, Komisi X DPR RI menyampaikan berada dalam posisi terbuka atau memberikan kesempatan untuk membahas lebih lanjut mengenai rencana pemerintahan saat ini untuk kembali menerapkan UN.

Menurut Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian, rencana tersebut memang perlu dikaji lebih lanjut agar tidak menjadi hal yang justru ditakuti oleh para siswa, baik di tingkat sekolah dasar, menengah pertama, maupun sekolah menengah atas.

Mu'ti menegaskan, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) hingga kini masih mengkaji kurikulum pendidikan yang akan diterapkan di Indonesia dan belum memutuskan untuk mengganti Kurikulum Merdeka.

"Jadi soal Ujian Nasional, soal PPDB zonasi, Kurikulum Merdeka Belajar, apalagi, ya, yang sekarang masih menjadi perdebatan, nanti kita lihat semuanya secara sangat seksama dan kami akan sangat berhati-hati," kata Abdul Mu'ti di Kantor Kemendikbudristek, Jakarta Pusat pada Senin (4/11).

Ia menegaskan pihaknya akan mendengarkan terlebih dahulu masukan dan aspirasi dari kalangan pemerintah daerah dan masyarakat yang menyelenggarakan pendidikan sekaligus pengguna jasa layanan pendidikan.

(Antara/kid)

[Gambas:Video CNN]

Read Entire Article
Berita Olahraga Berita Pemerintahan Berita Otomotif Berita International Berita Dunia Entertainment Berita Teknologi Berita Ekonomi