Jakarta, CNN Indonesia --
Mantan Presiden Amerika Serikat Donald Trump menang pemilihan presiden (pilpres) AS 2024 usai mengamankan suara melebihi ambang batas Electoral College.
Hingga Kamis (7/11), hasil penghitungan suara menunjukkan Trump mengamankan 295 suara elektor, sedangkan rivalnya dari Partai Demokrat, Kamala Harris, meraup 226 suara.
Pilpres AS merupakan momen krusial yang akan menentukan arah kebijakan Amerika Serikat ke depan, yang memengaruhi hubungan AS dengan negara-negara global, termasuk Indonesia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lantas, bagaimana relasi Indonesia masa pemerintahan Prabowo dan Amerika Serikat di bawah Trump?
Pengamat sekaligus Dosen Hubungan Internasional Universitas Padjadjaran, Affabile Rifawan, mengatakan hubungan antara Republik Indonesia (RI) dan Amerika Serikat bergantung pada interaksi antara Presiden RI Prabowo Subianto dengan Presiden terpilih AS Donald Trump.
Affabile menuturkan ada hal yang menarik mengenai hubungan Prabowo-Trump, yakni ketika Prabowo berkunjung ke Amerika Serikat pada 2020 lalu. Saat itu Presiden Amerika Serikat masih Donald Trump.
Sebelum kunjungan tersebut, Prabowo merupakan orang yang ditolak menginjakkan kaki ke AS karena alasan yang tak diketahui, diduga berkaitan dengan dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang dituduhkan ke Prabowo di masa lalu.
Namun larangan yang sudah berlaku selama 20 tahun itu seakan musnah ketika Prabowo secara resmi diundang ke Pentagon untuk bertemu dengan Menteri Pertahanan AS kala itu, Mark T Esper. Prabowo ketika itu menjabat Menteri Pertahanan RI di bawah pemerintahan Presiden ketujuh Joko Widodo (Jokowi).
"Nah itu jadi hal yang menarik. Apakah memang nanti Prabowo bisa menjalin chemistry antara Prabowo sebagai Presiden RI dan juga Trump sebagai Presiden AS. Karena kalau misalnya dilihat dari pandangan persepsi orang Indonesia, memang kalau kita lihat perbandingan antara Obama, Trump, dan Biden, orang-orang Indonesia memandang hubungan Indonesia itu lebih positif ketika pemerintahannya Obama dan Biden. Tapi tidak menutup kemungkinan kalau misalnya Prabowo [bisa menjalin hubungan baik dengan Trump]," kata Affabile kepada CNNIndonesia.com, Kamis (7/11).
Strategi penyeimbang antara AS dan China
Affabile menuturkan Prabowo aktif melakukan kunjungan ke luar negeri, berbeda dengan Jokowi di pemerintahan RI sebelumnya. Oleh sebab itu, kedekatan maupun jurus diplomasi yang dimainkan Prabowo bisa menjadi salah satu poin kunci terhadap hubungan RI-AS, di mana Trump merupakan presidennya.
"Kalau misalnya kita berkaca pada mantan mertuanya, hubungan AS dan Indonesia cukup dekat pada saat zaman Pak Soeharto. Siapa tahu Prabowo juga bisa melakukan hal seperti itu yang nantinya bisa jadi balancing strategy untuk ke China," ucap Affabile.
Pertarungan perebutan pengaruh antara AS dan China sejak dulu sangat signifikan dirasakan oleh Indonesia, khususnya di bidang perekonomian. Di masa pemerintahan Trump sebelumnya, AS dan China bersaing ketat hingga berujung pada pengenaan tarif dari kedua negara.
Hal ini sangat berdampak pada China, termasuk pula Indonesia yang begitu bergantung pada China.
Terpilihnya kembali Trump sebagai Presiden AS pun membuat khawatir sejumlah pihak di RI mengenai potensi terjadinya perang dagang lagi.
Sebelum terpilih, Trump sempat menggembar-gemborkan niat untuk mengenakan pajak sampai 200 persen pada China jika berani menyerang Taiwan, wilayah yang diklaim China sebagai bagian dari negaranya.
Trump mengusulkan untuk mengenakan tarif menyeluruh sebesar 10-20 persen pada hampir semua impor. Ia juga mengusulkan tarif sebesar 60 persen atau lebih pada barang-barang dari China guna meningkatkan sektor manufaktur Amerika Serikat.
Mengenai kekhawatiran perang dagang ini, Affabile mengatakan bahwa Indonesia memang berpotensi terpengaruh jika terjadi perlambatan pada perekonomian di China.
Kendati begitu, Indonesia juga memiliki peluang untuk melakukan perimbangan dengan Amerika Serikat di bawah pemerintahan Trump yang begitu ketat. Seperti misalnya dengan mengalihkan pasar ke AS, meskipun kecil kemungkinannya, atau pun ke negara-negara lain selain China.
"Misalnya industri nikel kita, siapa tahu dengan adanya Trump bisa jadi peluang ke depan ketegangan dagang antara kita dengan Uni Eropa bisa dimediasi oleh Trump. Tapi mungkin dengan kompensasi juga. Apakah nikel kita ada yang diekspor ke AS atau enggak. Itu bisa dilakukan juga," ucap Affabile.
Bersambung ke halaman berikutnya...