Batam, CNN Indonesia --
Balai Pelayanan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI) Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) mendata kebanyakan kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) atau penyelundupan Pekerja Migran Ilegal (PMI) dilakukan lewat pelabuhan internasional resmi di Batam.
Kepala BP3MI Kepri Kombes Pol Imam Riyadi mengatakan modus penyelundupan lewat pelabuhan resmi itu lebih banyak ketimbang yang ditemukan aparat lewat pelabuhan tikus.
"Sekarang penyelundupan PMI Illegal tidak lagi melalui pelabuhan tikus, sekarang banyak melalui pelabuhan resmi, yang paling banyak di pelabuhan Batam Centre," ujar Imam Riyadi saat dihubungi CNNIndonesia.com, Jumat (6/12).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berdasarkan data sementara yang dihimpun BP3MI Provinsi Kepri per Kamis (5/12), setidaknya terdapat 2.603 kasus perlindungan terhadap PMI. Dari jumlah itu, 950 orang dicegah melalui Pelabuhan resmi penyeludupan PMI secara Illegal ke negara jiran, dan 253 orang penyeludupan PMI Ilegal melalui jalur belakang atau pelabuhan tikus.
Sisanya 1.520 orang, adalah PMI bermasalah yang dideportasi negara tetangga melalui pelabuhan internasional di Kepri.
Jelang libur natal dan tahun baru (Nataru), Riyadi mengatakan pihaknya meningkatkan kewaspadaan ada dugaan upaya penyelundupan PMI. Pasalnya, kata dia, banyak orang bepergian ke negeri tetangga untuk berlibur sebagai modus menyembunyikan perjalanan TPPO dengan menggunakan paspor kunjungan sebagai pelancong.
Salah satu aksi penyelundupan PMI via jalur pelabuhan internasional resmi di Batam adalah yang terbongkar pada November lalu, di mana melibatkan seorang aparatur sipil negara (ASN) sebagai operator.
RS (50), ASN di BP Batam berhasil dibekuk Polda Kepri karena terlibat penyelundupan PMI nonprosedural via Pelabuhan Internasional Batam Centre.
"Ya, pelabuhan Internasional Batam Centre jadi tempat Penyeludupan PMI Illegal ke Negara tetangga yang melibatkan Oknum BP Batam," kata Kombes Imam Riyadi.
Pada November lalu, kala merilis kasus penyelundupan PMI yang melibatkan ASN di BP Batam itu, Kapolda Kepri Irjen Pol Yan Fitri Halimansyah mengatakan oknum tersebut memiliki peran meloloskan keberangkatan pekerja non-prosedural dari pelabuhan di wilayah Batam.
"Di sini tersangka ada dua orang, MI selaku supir taksionlineyang mendapat keuntungan Rp3 juta dalam sekali kegiatan antar-mengantar. Kemudian pegawai negeri tersebut mendapat Rp800 ribu setiap pengiriman calon PMI nonprosedural," kata Yan di Makopolda Kepri, Kota Batam, Selasa (19/11) mengutip dari Antara.
Tersangka ASN di BP Batam berinisial RS itu dibekuk pada 31 Oktober 2024 setelah diketahui meloloskan calon PMI nonprosedural dari Pelabuhan Ferry Internasional Batam Centre.
"Dan kegiatan (meloloskan PMI nonprosedural) ini sudah berjalan lebih dari setahun," ucap Yan.
Direktur Reserse Krimimal Umum (Direkrimum) Polda Kepri Kombes Pol Dony Alexander menjelaskan tersangka RS bekerja sebagai pegawai BP Batam yang bertugas di pelabuhan.
Dari pemeriksaan diketahui pelaku MI bertugas merekrut orang-orang yang akan bekerja ke luar negeri, lalu berkomunikasi dengan RS untuk meloloskan calon PMI nonpresdural itu bisa lolos masuk ke kapal.
"Dengan peran saudara R ini seorang PNS adalah mengontrol dan mengawasi agar korban calon PMI ini agar lolos masuk ke kapal. Dengan upaya R sebagai PNS yang bertugas di lokasi tersebut," kata Dony.
Dalam pengungkapan kaasus ini, ada tiga korban, namun hanya dua yang berhasil diselamatkan, satu korban berhasil lolos ke Singapura.
Ditreskrimum Polda Kepri berkoordinasi dengan BP3MI Kepri untuk menelusuri keberadaan satu korban yang sudah berada di Singapura untuk mengetahui keberadaannya. Rata-rata para PMI nonprosedural yang diberangkatkan oleh para pelaku dipekerjakan sebagai asisten rumah tangga.
Dari pengungkapan ini Polda Kepri telah menyelamatkan total 29 orang korban TPPO atau calon pekerja migran Indonesia (PMI) non-prosedural. Mereka terdiri atas dua koran yang akan dipekerjakan sebagai PSK dan 27 korban calon PMI yang hendak dikirim bekerja ke Singapura, Malaysia dan Kamboja.
Para korban ini bukanlah warga Kepri, tetapi berasal dari daerah Sumut, Jawa Timur, Sumatera Barat, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan, Nusa Tenggara Timur, Bengkulu, Sumatera Selatan, Jawa Barat, Sulawesi Tengah, Jawa Tengah, Lampung, Dumai dan Jakarta.
Dalam kasus TPPO atau PMI nonprosedural ini, Polda Kepri menetapkan sebanyak 25 orang tersangka.
(arp/kid)