Jakarta, CNN Indonesia --
Kompolnas berharap anggota Satres Narkoba Polrestabes Semarang Aipda Robig Zaenudin, polisi yang tembak siswa SMKN 4 Semarang almarhum Gamma Rizkynata Oktafandy (GRO) akan dijatuhi hukuman maksimal dalam sidang kode etik yang digelar Senin (9/12) hari ini di Mapolda Jateng.
Sidang kode etik ini dua kali ditunda pelaksanaannya pada pekan lalu yakni, Rabu (4/12) dan Jumat (6/12).
"Kebetulan hari ini kami Kompolnas baru saja, siang ini baru saja sampai di Semarang untuk menghadiri undangan dari Polda Semarang untuk sidang etik pelaku penembakan," kata anggota Kompolnas Choirul Anam kepada wartawan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Anam menuturkan pihaknya bakal memantau pelaksanaan proses sidang kode etik dan putusan yang dijatuhkan terhadap Aipda Robig.
"Dan itu yang juga paling penting. Karena harapan paling besar masyarakat atas sidang ini, ya ada putusan maksimal gitu. Nah tidak hanya soal putusan tapi juga soal konstruksi peristiwanya," tutur eks anggota Komnas HAM itu.
Aipda Robig diduga menembak Gamma dan rekan-rekannya saat berkendara motor di wilayah Jalan Candi Penataran, Semarang, pada Minggu (24/11) dini hari WIB. Aksi penembakan itu terekam kamera pengawas (CCTV) di sebuah minimarket di lokasi.
Gamma meninggal karena luka tembak dan dua rekannya mengalami luka-luka akibat tembakan juga.
Kapolrestabes Kombes Irwan Anwar sebelumnya menyebut bahwa Aipda Robig berupaya membubarkan tawuran dan melepas tembakan karena terancam serangan balik senjata tajam. Bukan hanya itu, jajaran Irwan pun mengklaim korban adalah 'gangster' atau pelaku tawuran.
Namun, keterangan itu sejauh ini bertolak belakang dengan fakta keseharian Gamma yang diungkap pihak keluarga, sekolah, dan rekannya. Selain itu aksi penembakan Aipda Robig pun kemudian diduga diketahui bukan karena membubarkan tawuran, serta tak terlihat ada ancaman penyerangan senjata tajam ke arahnya.
Di sisi lain, Komnas HAM telah menyimpulkan aksi penembakan Aipda Robig terbukti sebagai pelanggaran HAM. Kesimpulan itu diperoleh dari pemantauan yang dilakukan sejak 28 hingga 30 November 2024 di Kota Semarang.
Koordinator Subkomisi Pemantauan Komnas HAM Uli Parulian Sihombing mengatakan pihaknya telah meminta keterangan Polda Jawa Tengah, Polrestabes Semarang, dan Bidpropam Polda Jawa Tengah. Selain itu, juga meminta keterangan keluarga korban dan para saksi.
Tim Komnas HAM juga telah meninjau lokasi tempat kejadian peristiwa penembakan di sekitar Jalan Candi Penataran Raya Kalipancur Ngaliyan dan Jalan Simongan serta meminta keterangan dari kedokteran forensik dan digital forensik.
"Berdasarkan pemantauan tersebut, Komnas HAM menyatakan tindakan Sdr. RZ telah memenuhi unsur-unsur adanya pelanggaran HAM berdasarkan Pasal 1 angka (3) Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia," kata Uli.
Ia mengungkapkan jenis-jenis pelanggaran HAM yang terjadi dalam penembakan tersebut. Pertama, pelanggaran hak hidup (Pasal 9 ayat (1) UU HAM) dan pembunuhan di luar proses hukum (extrajudicial killing). Sebab, penembakan yang dilakukan Aipda Robig mengakibatkan hilangnya nyawa Gamma dan dua remaja lainnya luka-luka.
Selain itu, Komnas HAM juga menyimpulkan terjadi pelanggaran hak untuk bebas dari perlakuan yang kejam, tidak manusiawi, dan merendahkan martabat kemanusiaan (Pasal 33 ayat (1) UU HAM).
Uli menambahkan tindakan penembakan melanggar prinsip-prinsip dalam Pasal 3 Peraturan Kapolri Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian, yaitu legalitas, nesesitas, proporsionalitas, kewajiban umum, preventif, dan masuk akal.
Tindakan Aipda Robig disebut juga melanggar hak atas perlindungan anak (Pasal 52 ayat (1) UU HAM. Tiga korban yaitu GRO, S dan A masih kategori anak (berusia di bawah 18 tahun).
Atas hal tersebut di atas, Komnas HAM mengeluarkan sejumlah rekomendasi yakni meminta Kapolda Jawa Tengah untuk melakukan penegakan hukum secara adil, transparan dan imparsial, baik etika, disiplin, dan pidana kepada Aipda Robig.
Komnas HAM juga merekomendasikan Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) untuk memberikan perlindungan saksi dan korban, termasuk pemulihan bagi keluarga korban atas peristiwa tersebut.
(dis/kid)